Sabtu, 22 Februari 2014

Sudu Kota

Filled under:


  


 Dari hembusan sangkakala yang tertinggal

Jauh sebelum adanya masa depan tercipta

 disini ruhku ditiup

Dari pecahan tangis suciku

Mereka menamaiku kebaikan

Tertulis tulus kepada yang dikasihi


Lalu jemari berjalan di atas titian

Mata yang mendengar

Telinga yang melihat

Kidung dari sang ayah bercerita

 

Dan dari pecahan tangis suciku

Berdayalah aku dalam sisi berbeda

Tuhan tahu yang kita tak tahu

Apa-apa yang menjadi suratan

Langit ke bumi yang menjadikan

sayapku tak berwarna putih

 

“Oh, kau tetap malaikatku. Azimat pelindungku.”

Sayup-sayup kudengar suaranya yang aku sebut ibu.

 

Ah, aku memang pandir melukis kata

Ingin rasanya saat itu aku menyusup ke hatinya

Lalu berbisik, “Jangan cemaskan aku, Ibu.

Inilah yang terindah.”

 

Sangat indah!

Seperti senja yang kupandangi sore ini

Berteman secangkir kopi

juga sudut kota ini yang hadir

dengan ribuan kenangan usang

dan almanak berdebu

Sempurna melipat jarak dalam guntingan

Di Cimanggu, dongeng-dongeng hebat yang pernah ada

 

Bagai mawar, aku merekah dalam pesona tersendiri

Dengan hujan atau terik yang menjilati punggung mungilku

Atau segores pilu atau tawa merdu dari alam yang kucipta

 

Inilah aku sebagai malaikat tak bersayap putih

Karena aku tetaplah azimat terhebat ibuku

dan kidung puja-puji terindah bagi ayahku

Posted By Unknown17.53